Berdiri dengan nama awal Raja Garuda Mas, Royal Golden Eagle (RGE) amat mendukung pemberdayaan wanita maupun kesetaraan gender. Mereka membuktikannya dengan beragam kegiatan nyata.
Salah satunya dilakukan oleh APRIL Group. Mereka adalah anak perusahaan RGE yang menekuni industri pulp and paper. Berdiri pada 1993, mereka punya basis produksi utama di Pangkalan Kerinci, Riau. Di sana pula APRIL sering melakukan program-program pemberdayaan wanita.
Bukti nyata adalah keberadaan Rumah Batik Andalan di Pangkalan Kerinci. Dari sini banyak wanita yang mendapatkan manfaat besar terkait kemampuan membantu perekonomian keluarganya.
Rumah Batik Andalan didirikan oleh unit operasional APRIL, PT Riau Andalan Pulp & Paper pada 2013. Bekerja sama dengan Tanoto Foundation, mereka menggunakannya untuk mengajari para wanita di Pangkalan Kerinci membatik.
Hal itu dirasa perlu dilakukan. Pasalnya, di Pangkalan Kerinci banyak sekali wanita yang hanya menganggur. Selain mengerjakan pekerjaan rumah tangga, mereka tidak punya cara lain untuk mengisi waktu. Mereka juga tidak bisa membantu mencari penghasilan tambahan yang bermanfaat bagi keluargnya.
Kondisi ini dirasa memprihatinkan. Alhasil, APRIL melalui PT RAPP melakukan pelatihan membatik kepada para wanita di sana. Sejumlah pengajar yang merupakan praktisi pembuatan batik dihadirkan. Selain itu, anak perusahaan grup yang berdiri dengan nama awal Raja Garuda Mas ini juga kerap memfasilitasi untuk belajar secara langsung di sentral produksi batik yang ada di Pulau Jawa seperti Yogyakarta, Surakarta, atau Pekalongan.
Banyak yang sudah merasakan program pemberdayaan wanita tersebut. Salah satunya adalah Yani Oktavia. Ia termasuk ke dalam 50 wanita yang sempat menjalani pelatihan pembuatan batik dari RAPP.
Mulanya semua terasa berat. Ia sadar tidak mudah membuat batik. Yani mesti mempelajarinya dari nol. Namun, ketekunan dan kemauan keras untuk belajar membuatnya mampu menguasai cara pembuatan batik.
Hal itu akhirnya berdampak positif. Dari semula tidak punya penghasilan, Yani akhirnya mampu menghasilkan uang tambahan yang berguna bagi keluarganya.
“Ini tidak buruk. Saya bisa mendapatkan uang antara Rp2 juta hingga Rp3 juta per bulan,” papar Yani di Jakarta Globe.
Perkembangan yang dirasakan oleh Yani sejalan dengan kemajuan yang diperoleh Rumah Batik Andalan. Awalnya mereka belum mampu memproduksi batik dengan kualitas bagus. Per bulan mereka hanya sanggup menghasilkan satu lusin batik. Tapi kini dalam kurun waktu sama, Rumah Batik Andalan bisa memproduksi 130 potong kain batik.
Prestasi yang diraih oleh Rumah Batik Andalan bukan hanya itu. Belakangan mereka mampu menuangkan kreativitasnya dengan membuat motif batik sendiri.
Para wanita di Rumah Batik Andalan mengambil inspirasi dari lingkungan sekitarnya. Ini membuat mereka mampu membuat motif batik Bono yang diilhami ombak Bono. Selain itu, Rumah Batik Andalan juga melahirkan motif daun akasia, daun eukaliptus, timun suri, serta lakum.
Lebih hebat lagi, motif-motif tersebut sudah dipatenkan. Ini membuat daya jualnya lebih tinggi karena hanya bisa didapatkan di Rumah Batik Andalan.
Tak heran, para wanita di Rumah Batik Andalan sering diajak untuk melakukan pameran di berbagai tempat. Yani misalnya pernah melakukan eksibisi di Jakarta. Kini, dari tidak bisa membuat batik, ia malah sudah berkembang menjadi pelatih.
Kesuksesan di Pangkalan Kerinci rupanya membuat RAPP tergerak untuk mendirikan fasilitas serupa di Kuantan Singgigi. Di sana mereka diharapkan mampu membuat motif batik baru lagi sama seperti di Pangkalan Kerinci.
“Kami berharap program ini mampu menjadi model panutan suatu hari nanti. Selain itu, ini bisa membantu mengembangkan pasar untuk batik lokal,” kata Community Development Officer RAPP Sylsilia Trinova.
MENGANUT KESETARAAN GENDER
Wanita sejatinya memiliki potensi besar jika diberikan kesempatan untuk berkembang. Hal ini disadari sepenuhnya oleh Royal Golden Eagle. Maka, selain berupaya untuk mengadakan berbagai program pemberdayaan wanita, mereka juga menggalakkan kesetaraan gender di internal perusahaannya.
Hal itu konsisten dilakukan oleh RGE sejak masih bernama Raja Garuda Mas hingga sekarang. Bagi mereka, gender bukanlah tolok ukur. Kinerja dan kemampuan terbaiklah yang menjadi acuan dalam segi apa pun.
Ini dibuktikan oleh Meyli Marlina yang bekerja di RAPP. Sehari-hari, wanita kelahiran Mei 1977 ini menjadi manajer logistik jalur suplai di RAPP. Selain itu, di tengah kesibukannya, ia masih sempat mengelola inisiatif sosial di internal RAPP yang ditanami sebagai program Tolong Menolong.
Meyli bergabung ke RAPP pada 1999. Ia mulanya bekerja di bagian administrasi penjualan mengurusi invoice. Namun, tak lama kemudian kariernya cepat menanjak.
Sesudah dua tahun bekerja, Meyli sudah dipercaya sebagai penyelia. Dua tahun berselang tepatnya pada 2004, ia sudah menjadi manajer administrasi penjualan. Bahkan, pada 2007, Meyli sudah memimpin bagian manajemen jalur suplai.
Namun, sejak 2015, Meyli meniti karier baru sebagai manajer logistik jalur suplai. Di sana ia memimpin beberapa proyek untuk meningkatkan kualitas kerja perusahaannya.
Kisah Meyli memperlihatkan kesetaraan gender di tubuh APRIL memang nyata. Tidak ada diskriminasi antara wanita dan pria di sana. Hal itu dirasakan sendiri oleh Meyli yang merasa mendapat dukungan besar dari anak perusahaan RGE tersebut.
Ia berkata, “APRIL merupakan pendukung tegas kesetaraan gender dan itu telah mereka lakukan sejak lama. Jika kamu mampu, entah pria atau wanita, kamu bisa mendapat pekerjaan apa pun yang diinginkan. Saya tidak pernah dilihat sebagai inferior,” ujar Meyli di Jakarta Globe.
Kondisi itu dialami sejak masih menjadi staf di RAPP. Meyli mengisahkan pada umur 27 tahun dirinya sudah dipromosikan sebagai manajer. Mulanya ia mengaku ragu dan tidak yakin terhadap kemampuannya. Namun atasannya menyemangati dengan menyatakan bahwa kinerja seseorang hanya bisa dilihat oleh orang lain, bukan diri sendiri.
“Saya ditantang untuk mencobanya selama tiga bulan. Jika tidak berjalan baik, saya boleh kembali ke posisi semula. Namun, saya berhasil melewatinya,” ujar Meyli.
Namun, di sela-sela kesibukannya, Meyli masih menyempatkan waktu untuk melakukan kegiatan sosial. Ia mendirikan inisiatif yang dinamai sebagai Tolong Menolong.
Ini adalah upaya untuk membantu siapa saja di internal perusahaan yang membutuhkan pertolongan. Pemicunya adalah sebuah tragedi yang menimpa anak seorang rekan sesama karyawan RAPP pada 2010. Anak tersebut sakit keras sehingga membutuhkan biaya besar untuk pengobatan.
“Saya ingin membantu, namun kami tidak punya program untuk menjalankan kegiatan seperti ini. Jadi, kami akhirnya mengajukan proposal ke manajemen. Itulah awal mula inisiatif Satu Dolar Untuk Satu Dolar. Kami akhirnya mampu mengumpulkan dana hingga Rp1,5 miliar. Kami juga memperkenalkan konsep tersebut ke luar Riau,” kenang Meyli.
Kiprah Meyli memperlihatkan bahwa wanita tetap akan mampu berkinerja dengan baik jika dipercaya. Mereka tak ada bedanya dengan kaum pria. Prinsip inilah yang dipegang oleh Royal Golden Eagle dari masih bernama Raja Garuda Mas hingga kini. Tak aneh, program pemberdayaan wanita dan kesetaraan gender terus mereka jalankan.